Tradisi Maseeban Penetralisir Kekuatan Negatif Desa Adat Pedawa
04 Desember 2025 07:37:29 WITA
Desa Pedawa dikenal luas sebagai salah satu desa Bali Aga (Bali Mula) di Pulau Dewata yang terletak di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng Bali terus membuktikan komitmennya dalam menjaga warisan leluhur. Di tengah arus modernisasi, masyarakat Desa Adat Pedawa masih teguh memegang dan melestarikan berbagai tradisi kuno, salah satunya adalah tradisi Maseeban.
Tradisi unik ini merupakan sebuah ritual penyambutan dan pembersihan diri yang sarat akan makna filosofis. Secara etimologi, kata "Maseeban" berasal dari kosa kata "seeb" yang berarti "siram". Dalam praktiknya, Maseeban adalah ritual menyiram bara api yang menyala dengan air.
Ritual penyambutan ini menggunakan sarana (perlengkapan) khusus yang disebut "nasi togtog atau pengutangan nasi". Sarana ini terdiri dari dua lembar daun pisang yang di dalamnya berisikan nasi, bawang, jahe, garam, dan cabai. Lalu, dua lembar daun pisang lainnya diisikan daun sirih, pamor, buah pinang, temako, dan di atasnya diberikan sabut kelapa. Dilengkapi juga dengan dua buah tekor tegak (wadah untuk tuak dan untuk air) serta kayu bakar dari perapian dapur atau biasa disebut baleman.
Maseeban bukanlah sekadar ritual penyambutan biasa. Bagi masyarakat Pedawa, tradisi ini memiliki makna mendalam untuk menetralisir segala kekuatan atau energi negatif yang mungkin terbawa dari luar. Kepercayaan ini didasari oleh keyakinan bahwa di luar manusia sebagai makhluk nyata, ada pula entitas atau makhluk tidak nyata atau tidak terlihat, baik yang bersifat negatif maupun positif. Maseeban dipercaya dapat menangkal entitas negatif agar tidak ikut masuk ke dalam pekarangan rumah.
Tradisi ini dilaksanakan dalam beberapa situasi khusus, di antaranya: 1) Menyambut tamu: ketika seorang tamu datang dari perjalanan jauh maka akan disambut dengan ritual Maseeban sebelum memasuki rumah. 2) Menyambut orang sakit: anggota keluarga yang baru pulang setelah menjalani rawat inap (opname) di rumah sakit juga akan disambut dengan Maseeban untuk membersihkan sisa-sisa penyakit atau energi negatif. 3) Setelah "Mabersih": seseorang yang telah selesai melakukan pembersihan diri (mabersih) di tempat-tempat yang dianggap sakral—seperti telaga, segara (laut), atau tempat suci lainnya—wajib melakukan Maseeban sebelum melangkahkan kaki ke dalam rumah.
Meskipun sarana lengkap menggunakan nasi togtog sangat diutamakan, tradisi ini juga bersifat fleksibel. Apabila dalam kondisi mendadak atau darurat, ritual Maseeban tetap dapat dilaksanakan hanya dengan menggunakan bara api dan disiram air saja. Saat keluarga datang ke rumah dengan situasi tertentu, maka keluarga lainnya akan memberikan penyambutan dengan “menyeebin”
Tradisi Maseeban sejatinya telah diwariskan sejak ratusan tahun yang lalu dan terus dilestarikan hingga saat ini, salah satunya melalui sekolah adat yang berlangsung di Desa Pedawa. “Melalui sekolah ini, segala adat-istiadat diajarkan pada anak-anak generasi muda hingga dewasa sehingga tidak mudah hilang oleh zaman”, kata Wayan Lilit selaku tetua adat Desa Pedawa.
Kelestarian tradisi Maseeban salah satunya semakin didukung juga oleh perkembangan pariwisata di Bali, yang menuntut pelestarian budaya sebagai daya tarik utama.
"Pariwisata di samping membangkitkan jati diri, juga ada bumerang apabila kita terpaku pada itu saja," ungkap seorang tokoh adat Wayan Sukrata. "Apabila kita terpaku pada pelestarian budaya dan mendapat tambahan nilai dari pariwisata, itu akan lebih baik. Kalau benar-benar mencintai Bali maka akan melestarikan dan mempelajari budaya Bali, salah satunya juga mengikuti dengan baik sekolah adat ini", tuturnya kembali.
“Tradisi Maseeban tidak hanya berlaku dalam lingkup kehidupan sehari-hari masyarakat Pedawa, dan kegiatan adat sehari-hari. Tetapi juga mulai ditunjukkan kepada tamu atau wisatawan sebagai salah satu kekayaan budaya yang patut dilestarikan”, tutur pak Ketut Bersama selaku salah satu tokoh pariwisata.
Tokoh-tokoh adat Pedawa serta kepala desa juga berharap agar seluruh masyarakat dapat terus menjaga tradisi leluhur ini. Lebih penting lagi, masyarakat diharapkan mau mendalami makna yang terkandung di dalamnya.
"Sehingga setelah pahamnya makna itu mereka akan yakin dan terus peduli akan tradisi luhur ini," pesan Wayan Sukrata selaku tokoh adat Desa Pedawa.
Sebagai penutup, perlu diingatkan juga pentingnya etika dalam menjalankan tradisi. Saat melaksanakan Maseeban, akan lebih elok (baik) bila pelakunya mengenakan kamen dan senteng agar tetap sopan dan tidak mengumbar aurat, sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi itu sendiri.
[Nama Jurnalis/Penulis: Budiartini]
[Editor: Budiartini]
Komentar atas Tradisi Maseeban Penetralisir Kekuatan Negatif Desa Adat Pedawa
Formulir Penulisan Komentar
Layanan Mandiri
Silakan datang / hubungi perangkat Desa untuk mendapatkan kode PIN Anda.
Masukkan NIK dan PIN!
Statistik Kunjungan
| Hari ini | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
| Kemarin | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
| Jumlah Pengunjung | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
- Tradisi Maseeban Penetralisir Kekuatan Negatif Desa Adat Pedawa
- Posyandu Kasih Ibu Desa Pedawa, Lawan Stunting: Capaian Kehadiran Balita Lampaui Target
- Secangkir Kopi Pahit dan Manisnya Gula Aren dari Lereng Bali Utara (Pedawa)
- POSYANDU KASIH IBU DUSUN BANGKIANG SIDEM
- MUSYAWARAH DESA,PEMBAHASAN DAN PENETAPAN RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAHAN DESA TAHUN 2026
- PENYALURAN BLT DANA DESA
- MUSYAWARAH PERENCAAN PEMBANGUNAN DESA.PEMBAHASAN RANCANGAN RKP DESA TAHUN 2026 DAN DAFTAR USULAN RKP














